BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada prinsipnya manusia merupakan makhluk yang diarahkan oleh motivasi dan cita-citanya. Hampir semua tingkah laku manusia dapat di pandang sebagai usaha untuk memuaskan hasrat biologis mereka. Tetapi tujuan itu sering sulit atau bahkan kemungkinan kecil untuk dicapai. Kegelisahan disini diartikan suatu kondisi dimana orang menghadapi halangan dan rintangan dalam mengatasi rintanag tersebut. Pada hakekatnya kegelisahan menunjuk pada motivasi yang terhalang dan dalam keadaan tak terpuaskan.
Banyak orang berpikir bahwa kegelisahan merupakan keadaan yang tak ‘diingikan’. Tetapi para ahli jiwa berpikir bahwa kegelisahan merupakan kondisi hidup manusia, atau sebagai ‘kawan akrab’ yang memberi stimulus kepada tingkah laku manusia.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa
yang di maksud kegelisahan?
2.
Apa
yang di maksud keterasingan?
3.
Apa
yang di maksud kesepian?
4.
Apa
yang di maksud ketidakpastian?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kegelisahan atau Kecemasan
Kegelisahan berasal dari kata
gelisah. Gelisah artinya rasa tidak tenteram di hati atau merasa selau
khawatir, tidak dapat tenang (tidurnya), tidak sabar lagi (menanti), cemas dan
sebagainya. Kegelisahan artinya perasaan gelisah, khawatir, cemas atau takut
dan jijik. Rasa gelisah ini sesuai dengan suatu pendapat yang menyatakan bahwa
manusia yang gelisah itu dihantui rasa khawatir atau takut.[1]
Penyebab kegelisahan dapat pula dikatakan akibat mempunyai kemampuan untuk membaca dunia dan mengetahui misteri kehidupan. Kehidupan ini yang menyebabkan mereka menjadi gelisah. Mereka sendiri sering tidak tahu mengapa mereka gelisah, mereka hidupnya kosong dan tidak mempunyai arti. Orang yang tidak mempunyai dasar dalam menjalankan tugas (hidup), sering sitimpa kegelisahan murni, yaitu merasa gelisah tanpa mengetahui kegelisahannya, seolah-olah tanpa sebab.
Alasan mendasar mengapa manusia gelisah ialah karena manusia memiliki hati dan perasaan. Bentuk kegelisahannya berupa keterasingan, kesepian dan ketidak pastian. Perasaan-perasaan semacam ini silih berganti dengan kebahagiaan, kegembiraan dalam kehidupan manusia. perasaan seseorang yang sedang gelisah ialah hatinya tidak tentram, merasa khawatir, cemas, takut, jijik, dan sebagainya.[2]
Dari sudut pandang psikologi, seperti dikemukakan oleh Sigmund Freud, kecemasan dipandang sebagai yanda bahaya. Freud mula-mula beranggapan bahwa kecemasan terjadi karena libido (dorongn seksual) terbendung karena depresi. Namun pandangan ini kemudian diubah. Katanya, ego bukan saja mengalami kecemasan, tetapi juga secara aktif dapat membangkitkan kecemasan agar mekanisme-mekanisme pertahanan dijalankan. Dengan perkataan lain, ego merupakan sumber kecemasan. Ego menimbulkan kecemasan agar manusia mengantisipasi datangnya bahaya. Tampak di sini bahwa Freud memandang kecemasan sebagai suatu rambu psikis yang membantu manusia untuk mempertahankan diri dari ancaman bahaya.[3]
Menurut Sigmund Freud perasaan cemas
ini dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu:
1.
Kecemasan
kenyataan (objektif)
Kecemasan ini
dikarenakan ada bahaya dari luar yang mengancam dan benar-benar dihadapi secara
nyata. Misalnya: Seorang ibu gelisah karena anaknya diculik; seorang ibu
gelisah karena anaknya sakit; seorang pelajar gelisah karena kartu ujiannya
hilang dan seebagainya.
2.
Kecemasan
neurotik (syaraf)
Kecemasan ini
timbul karena pengamatan tentang bahaya dari nalurinya. Misalnya: Takut berada
disuatu tempat yang terasa asing dan harus menyesuaikan diri dengan
lingkungannya; rasa takut yang irasional semacam fobia, gugup/gagap atau
gemetaran.
3.
Kecemasan
moral
Kecemasan ini
muncul dari emosi diri sendiri yang memunculkan sifat iri, dengki, dendam,
hasut, tamak, pemarah, rendah diri dan sebagainya. Dengan adanya sifat ini
manusia cendenrung mengalami rasa khawatir, takut, cemas, atau bahkan putus asa
setelah melihat keberhasilan orang lain.[4]
Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan segala sifat yang paling
sempurna di antara makhluk yang ada di bumi ini, sifat itu adalah cipta, rasa,
dan karsa. Tetapi dengan adanya sifat itulah manusia menjadi tamak, loba,
kikir, iri, dengki dan sebagainya, apabila manusia tidak dapat mengatur,
menguasai atau mengekang hawa nafsunya ataupun bertindak yang negatif.
Sifat tamak, kikir, iri, dan dengki adala sifat yang sangat tidak
terpuji bai dihadapan sesama manusia apalagi di hadapan Tuhan pencipta alam dan
isinya. Dengan adanya sifat ini manusia akan mengalami rasa khawatir, takut,
cemas, bahkan putus asa.
Bagi manusia menyadari hal ini, perasaan tersebut di atas
dipandangnya sebagai penyakit kejiwaan yang sangat tidak menyenangkan bagi
manusia tersebut, sehingga dengan bekal kesadaran tersebut ia berusaha untuk
mengeluarkan perasaan cemasnya dari dalam dirinya.[5]
B. Keterasingan
Kata keterasingan berasal dari kata “terasing” dari kata dasar “asing”. Kata “asing” berarti sendiri, tidak dikenal orang. Adapun kata “terasing” mengandung arti tersisihkan dari pergaulan, terpisah dari yang lain dari yang lainnya, atau terperinci. Sedangkan kata “keterasingan” mengandung arti perihal yang berkenaan dengan ketersisihan dari pergaulan, terpencil atau terpisah dari yang lain.
Terasingan atau keterasingan adalah bagian dari hidup manusia. Keterasingan bisa terjadi karena sifat-sifatnya tidak dapat diterima, atau perbuatannya yang tidak bisa diterima. kedua sebab keterasingan tersebut bersumber dari:
1.
Perbuatan
yang tidak dapat diterima oleh masyarakat seperti mencuri, angkuh, keras
kepala, sombong atau kaku.
2.
Sikap
rendah diri seperti sikap merasa tidak berharga karena cacat fisik, kemampuan
sosial-ekonomi yang rendah, pendidikan rendah, kesalahan perbuatannya.[6]
Cacat fisik sering menimbulkan keterasingan. Sikap seperti itu
mestinya tidak perlu terjadi, karena cacat fisik bisa jadi merupakan kehendak
Tuhan. Akan tetapi, jalan pikiran manusia bersikap lain. Ia merasa malu punya
anak atau cucu yang cacat fisik, maka anak tersebut segera disingkirkan dari
pegaulan.
Ekonomi kuat atau lemah adalah anugrah Tuhan. Orang tidak boleh
membanggakan kekayaan. Tetapi orang tidak boleh pula merasa rendah diri karena
keadaan ekonomi yang sangat rendah. Namun, dalam kenyataan sehari-hari orang
lemah sering merasa rendah diri, akibat orang-orang yang kaya sering
membanggakan kekayaannya.
Banyak juga orang yang merasa rendah diri karena rendah
pendidikannya, berakibat kurang dapat mengikuti jaln pikiran oang yang
berpendidikan tinggi dan banyk pengalaman. Dalam pergaulan orang-orang yang
berpendidikan rendak dan kurang pengalaman biasanya menyendiri, mengasingkan
diri karena serba sulit menempatkan diri.
Orang yang hidup dalam keterasingan bisa juga diakibatkan oleh
pebuatannya sendiri, yang tidak bisa diterima oleh masyarakat dan linkungannya.[7]
C. Kesepian
Kesepian berasal dari kata “sepi”, artinya sunyi, lengang, tidak
ramai, tidak ada orang, tidak ada apa-apa, tidak banyak tamu, tidak banyak
pembeli, dan sebagainya. Kesepian adalah keadaan sepi atau hal sepi.
Setiap orang pernah mengalami kesepian, karena kesepian bagian
hidup manusia, lama atau sebentar perasaan kesepian ini bergantung kepada
mental orang dan kasus penyebabnya.
Sebab-sebab terjadinya kesepian bermacam-macam. Frustrasi pun dapat
mengakibatkan kesepian, yang bersangkutan tidak mau diganggu, ia lebih senang
dalam keadaan sepi, tidak suka bargaul, dan sebagainya. Ia lebih senang hidup
sendiri.
Kesepian itu juga akibat dari keterasingan dan keterasingan akibat
sikap sombong, angkuh, kaku, keras kepala, sehingga dijauhi kawan-kawan
sepergaulan. Karena kawan-kawan menjauhi, maka orang yang dijauhi atau orang
yang bersikap sombong dan sebagainya itu hidup terasing, terpencil dari
keramaian hidup sehingga akibatnya kesepian.
Hidup kesepian akibat takut kehilangan nama baik. Bahkan orang tak
takut mati demi menjaga nama baik. Meskipun sudah berhati-hati menjaganya
mungkin juga orang masih berbuat salah, sehingga tercemar nama baiknya. Untuk
ini seringkali yang bersangkutan terpaksa hidup mengasingkan diri, akibatnya kesepian.[8]
D. Ketidakpastian
Ketidakpastian berasal dari kata “tidak pasti”, artinya tidak
menentu, pikiran kacau, tidak dapat berkonsentrasi, bingung, tidak dapat
berpikir dengan baik atau resah. Ketidakpastian atau ketidaktentuan adalah
bagian dari hidup manusia. Setiap orang hidup penah mengalaminya. Orang yang
pikirannya tergantung tidak dapat lagi berpikir secara jernih, teratur, dan
logis untuk mengambil kesimpulan.
Orang yang sedang kacau pikirannya tidak dapat mengambil kesimpulan
secara jernih, karena dalam pikirannya ia selalu menerima rangsangan-rangsangan
lain yang baru, sehingga pikirannya menjadi kacau. Meskipun ia dapat berpikir
dengan baik, tetapi akan memakan waktu cukup lama dan sukar. Mereka menampakkan
tanda-tanda obsesi phobis delusi, gerakan-gerakan
gemetar, kehilangan pengertian (sparis),
kehilangan kemampuan untuk menangkap sesuatu (agnesis).
Menurut Siti Meichati dalam bukunya Kesehatan Mental ada
beberapa sebab yang meyebabkan orang tidak dapat berpikir dengan pasti, yaitu:
1.
Obsesi
Obsesi
merupakan gejala kejiwaan (neurose),
yang berupa pikiran atau perasaan tertentu secara terus-menerus, biasanya
berupa hal-hal yang tidak menyenangkan atau sebab-sebab yang tidak diketahui.
2.
Phobie
Phobie adalah
rasa takut yang tidak terkendalikan (tidak normal) terhadap sesuatu hal atau kejadian yang tidak
diketahui sebabnya.
3.
Kompulasi
Kompulasi
adalah keraguan-raguan yang amat sangat tentang apa yang telah dikerjakan,
sehingga ada dorongan-dorongan yang secara tidak disadari menyeru untuk melakukan
perbuatan-perbuatan serupa berulang-ulang.
4.
Histeria
Histeria adalah
gejala kejiawaan yang disebabkan oleh tekanan mental, kekecewaan, pengalaman
pahit yang menekan, tidak mampu menguasai diri atau tersugesti sikap orang
lain.
5.
Delusi
Delusi adalah
suatu sikap yang menunjukkan pikiran tidak beres karena berdasarkan suatu
keyakinan palsu, tidak dapat memakai akal sehat, tidak ada dasar kenyataan, dan
tidak sesuai dengan pengalaman.
6.
Halusinasi
Halusinasi
adalah khayalan yang terjadi tanpa rangsangan pancaindera.[9]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Kegelisahan artinya perasaan gelisah, khawatir, cemas atau takut dan jijik. Alasan mendasar mengapa manusia gelisah ialah karena manusia memiliki hati dan perasaan. Bentuk kegelisahannya berupa keterasingan, kesepian dan ketidak pastian.
Keterasingan berarti hal-hal yang berkenaan dengan tersisihkan dari pergaulan, terpencil, atau terpisah dari yang lain. Kesepian adalah keadaan sepi atau hal sepi. Sedangkan ketidakpastian artinya tidak menentu, pikiran kacau, tidak dapat berkonsentrasi, bingung, tidak dapat berpikir dengan baik atau resah.
DAFTAR PUSTAKA
Prasetya, Joko Tri. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka
Cipta. 1998.
Suwarja. Manusia dan Fenomena.
Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan bekerjasama dengan Pustaka Pelajar. 1999.
Mustopo, Muhammad Habib. Manusia
dan Budaya Kumpulan Essay Ilmu Budaya Dasar. Surabaya: Usaha Nasional.
1989.
Maran, Rafael raga. Manusia dan
Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. 2007.
[1] Joko Tri
Prasetya, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 197.
[2] Joko Tri
Prasetya, Ilmu Budaya Dasar, h. 198.
[3] Rafael Raga
Maran, Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2007), h. 186.
[4] Sujarwa, Manusia
dan Fenomena Budaya, (Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan bekerjasama
dengan Pustaka Pelajar, 1999), h. 120.
[5] Muhammad Habib
Mustopo, Manusia dan Budaya Kumpulan Essay Ilmu Budaya Dasar, (Surabaya:
Usaha Nasional, 1989), h. 216.
[6] Sujarwa, Manusia
dan Fenomena Budaya, Op.Cit, h.
123.
[7] Sujarwa, Manusia
dan Fenomena Budaya, h. 124.
[9] Sujarwa, Manusia
dan Fenomena Budaya, Op.Cit, h.127-129.
No comments:
Post a Comment