Saturday, 7 January 2017

MANUSIA DAN KEGELISAHAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada prinsipnya manusia merupakan makhluk yang diarahkan oleh motivasi dan cita-citanya. Hampir semua tingkah laku manusia dapat di pandang sebagai usaha untuk memuaskan hasrat biologis mereka. Tetapi tujuan itu sering sulit  atau bahkan kemungkinan kecil untuk dicapai. Kegelisahan disini diartikan suatu kondisi dimana orang menghadapi halangan dan rintangan dalam mengatasi rintanag tersebut. Pada hakekatnya kegelisahan menunjuk pada motivasi yang terhalang dan dalam keadaan tak terpuaskan.
Banyak orang berpikir bahwa kegelisahan merupakan keadaan yang tak ‘diingikan’. Tetapi para ahli jiwa berpikir bahwa kegelisahan merupakan kondisi hidup manusia, atau sebagai ‘kawan akrab’ yang memberi stimulus kepada tingkah laku manusia.  
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang di maksud kegelisahan?
2.      Apa yang di maksud keterasingan?
3.      Apa yang di maksud kesepian?
4.      Apa yang di maksud ketidakpastian?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kegelisahan atau Kecemasan
Kegelisahan berasal dari kata gelisah. Gelisah artinya rasa tidak tenteram di hati atau merasa selau khawatir, tidak dapat tenang (tidurnya), tidak sabar lagi (menanti), cemas dan sebagainya. Kegelisahan artinya perasaan gelisah, khawatir, cemas atau takut dan jijik. Rasa gelisah ini sesuai dengan suatu pendapat yang menyatakan bahwa manusia yang gelisah itu dihantui rasa khawatir atau takut.[1]
Penyebab kegelisahan dapat pula dikatakan akibat mempunyai kemampuan untuk membaca dunia dan mengetahui misteri kehidupan. Kehidupan ini yang menyebabkan mereka menjadi gelisah. Mereka sendiri sering tidak tahu mengapa mereka gelisah, mereka hidupnya kosong dan tidak mempunyai arti. Orang yang tidak mempunyai dasar dalam menjalankan tugas (hidup), sering sitimpa kegelisahan murni, yaitu merasa gelisah tanpa mengetahui kegelisahannya, seolah-olah tanpa sebab.
Alasan mendasar mengapa manusia gelisah ialah karena manusia memiliki hati dan perasaan. Bentuk kegelisahannya berupa keterasingan, kesepian dan ketidak pastian. Perasaan-perasaan semacam ini silih berganti dengan kebahagiaan, kegembiraan dalam kehidupan manusia. perasaan seseorang yang sedang gelisah ialah hatinya tidak tentram, merasa khawatir, cemas, takut, jijik, dan sebagainya.[2]
Dari sudut pandang psikologi, seperti dikemukakan oleh Sigmund Freud, kecemasan dipandang sebagai yanda bahaya. Freud mula-mula beranggapan bahwa kecemasan terjadi karena libido (dorongn seksual) terbendung karena depresi. Namun pandangan ini kemudian diubah. Katanya, ego bukan saja mengalami kecemasan, tetapi juga secara aktif dapat membangkitkan kecemasan agar mekanisme-mekanisme pertahanan dijalankan. Dengan perkataan lain, ego merupakan sumber kecemasan. Ego menimbulkan kecemasan agar manusia mengantisipasi datangnya bahaya. Tampak di sini bahwa Freud memandang kecemasan sebagai suatu rambu psikis yang membantu manusia untuk mempertahankan diri dari ancaman bahaya.[3] 
Menurut Sigmund Freud perasaan cemas ini dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu:
1.    Kecemasan kenyataan (objektif)
Kecemasan ini dikarenakan ada bahaya dari luar yang mengancam dan benar-benar dihadapi secara nyata. Misalnya: Seorang ibu gelisah karena anaknya diculik; seorang ibu gelisah karena anaknya sakit; seorang pelajar gelisah karena kartu ujiannya hilang dan seebagainya.
2.    Kecemasan neurotik (syaraf)
Kecemasan ini timbul karena pengamatan tentang bahaya dari nalurinya. Misalnya: Takut berada disuatu tempat yang terasa asing dan harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya; rasa takut yang irasional semacam fobia, gugup/gagap atau gemetaran.
3.      Kecemasan moral
Kecemasan ini muncul dari emosi diri sendiri yang memunculkan sifat iri, dengki, dendam, hasut, tamak, pemarah, rendah diri dan sebagainya. Dengan adanya sifat ini manusia cendenrung mengalami rasa khawatir, takut, cemas, atau bahkan putus asa setelah melihat keberhasilan orang lain.[4]
Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan segala sifat yang paling sempurna di antara makhluk yang ada di bumi ini, sifat itu adalah cipta, rasa, dan karsa. Tetapi dengan adanya sifat itulah manusia menjadi tamak, loba, kikir, iri, dengki dan sebagainya, apabila manusia tidak dapat mengatur, menguasai atau mengekang hawa nafsunya ataupun bertindak yang negatif.
Sifat tamak, kikir, iri, dan dengki adala sifat yang sangat tidak terpuji bai dihadapan sesama manusia apalagi di hadapan Tuhan pencipta alam dan isinya. Dengan adanya sifat ini manusia akan mengalami rasa khawatir, takut, cemas, bahkan putus asa.
Bagi manusia menyadari hal ini, perasaan tersebut di atas dipandangnya sebagai penyakit kejiwaan yang sangat tidak menyenangkan bagi manusia tersebut, sehingga dengan bekal kesadaran tersebut ia berusaha untuk mengeluarkan perasaan cemasnya dari dalam dirinya.[5]

B.     Keterasingan
Kata keterasingan berasal dari kata “terasing” dari kata dasar “asing”. Kata “asing” berarti sendiri, tidak dikenal orang. Adapun kata “terasing” mengandung arti tersisihkan dari pergaulan, terpisah dari yang lain dari yang lainnya, atau terperinci. Sedangkan kata “keterasingan” mengandung arti perihal yang berkenaan dengan ketersisihan dari pergaulan, terpencil atau terpisah dari yang lain.
Terasingan atau keterasingan adalah bagian dari hidup manusia. Keterasingan bisa terjadi karena sifat-sifatnya tidak dapat diterima, atau perbuatannya yang tidak bisa diterima. kedua sebab keterasingan tersebut bersumber dari:
1.      Perbuatan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat seperti mencuri, angkuh, keras kepala, sombong atau kaku.
2.      Sikap rendah diri seperti sikap merasa tidak berharga karena cacat fisik, kemampuan sosial-ekonomi yang rendah, pendidikan rendah, kesalahan perbuatannya.[6]
Cacat fisik sering menimbulkan keterasingan. Sikap seperti itu mestinya tidak perlu terjadi, karena cacat fisik bisa jadi merupakan kehendak Tuhan. Akan tetapi, jalan pikiran manusia bersikap lain. Ia merasa malu punya anak atau cucu yang cacat fisik, maka anak tersebut segera disingkirkan dari pegaulan.
Ekonomi kuat atau lemah adalah anugrah Tuhan. Orang tidak boleh membanggakan kekayaan. Tetapi orang tidak boleh pula merasa rendah diri karena keadaan ekonomi yang sangat rendah. Namun, dalam kenyataan sehari-hari orang lemah sering merasa rendah diri, akibat orang-orang yang kaya sering membanggakan kekayaannya.
Banyak juga orang yang merasa rendah diri karena rendah pendidikannya, berakibat kurang dapat mengikuti jaln pikiran oang yang berpendidikan tinggi dan banyk pengalaman. Dalam pergaulan orang-orang yang berpendidikan rendak dan kurang pengalaman biasanya menyendiri, mengasingkan diri karena serba sulit menempatkan diri.
Orang yang hidup dalam keterasingan bisa juga diakibatkan oleh pebuatannya sendiri, yang tidak bisa diterima oleh masyarakat dan linkungannya.[7]

C.    Kesepian
Kesepian berasal dari kata “sepi”, artinya sunyi, lengang, tidak ramai, tidak ada orang, tidak ada apa-apa, tidak banyak tamu, tidak banyak pembeli, dan sebagainya. Kesepian adalah keadaan sepi atau hal sepi.
Setiap orang pernah mengalami kesepian, karena kesepian bagian hidup manusia, lama atau sebentar perasaan kesepian ini bergantung kepada mental orang dan kasus penyebabnya.
Sebab-sebab terjadinya kesepian bermacam-macam. Frustrasi pun dapat mengakibatkan kesepian, yang bersangkutan tidak mau diganggu, ia lebih senang dalam keadaan sepi, tidak suka bargaul, dan sebagainya. Ia lebih senang hidup sendiri.
Kesepian itu juga akibat dari keterasingan dan keterasingan akibat sikap sombong, angkuh, kaku, keras kepala, sehingga dijauhi kawan-kawan sepergaulan. Karena kawan-kawan menjauhi, maka orang yang dijauhi atau orang yang bersikap sombong dan sebagainya itu hidup terasing, terpencil dari keramaian hidup sehingga akibatnya kesepian.
Hidup kesepian akibat takut kehilangan nama baik. Bahkan orang tak takut mati demi menjaga nama baik. Meskipun sudah berhati-hati menjaganya mungkin juga orang masih berbuat salah, sehingga tercemar nama baiknya. Untuk ini seringkali yang bersangkutan terpaksa hidup mengasingkan diri, akibatnya kesepian.[8]

D.    Ketidakpastian
Ketidakpastian berasal dari kata “tidak pasti”, artinya tidak menentu, pikiran kacau, tidak dapat berkonsentrasi, bingung, tidak dapat berpikir dengan baik atau resah. Ketidakpastian atau ketidaktentuan adalah bagian dari hidup manusia. Setiap orang hidup penah mengalaminya. Orang yang pikirannya tergantung tidak dapat lagi berpikir secara jernih, teratur, dan logis untuk mengambil kesimpulan.
Orang yang sedang kacau pikirannya tidak dapat mengambil kesimpulan secara jernih, karena dalam pikirannya ia selalu menerima rangsangan-rangsangan lain yang baru, sehingga pikirannya menjadi kacau. Meskipun ia dapat berpikir dengan baik, tetapi akan memakan waktu cukup lama dan sukar. Mereka menampakkan tanda-tanda obsesi phobis delusi, gerakan-gerakan gemetar, kehilangan pengertian (sparis), kehilangan kemampuan untuk menangkap sesuatu (agnesis).
Menurut Siti Meichati dalam bukunya  Kesehatan Mental ada beberapa sebab yang meyebabkan orang tidak dapat berpikir dengan pasti, yaitu:
1.      Obsesi
Obsesi merupakan gejala kejiwaan (neurose), yang berupa pikiran atau perasaan tertentu secara terus-menerus, biasanya berupa hal-hal yang tidak menyenangkan atau sebab-sebab yang tidak diketahui.
2.      Phobie
Phobie adalah rasa takut yang tidak terkendalikan (tidak normal)  terhadap sesuatu hal atau kejadian yang tidak diketahui sebabnya.
3.      Kompulasi
Kompulasi adalah keraguan-raguan yang amat sangat tentang apa yang telah dikerjakan, sehingga ada dorongan-dorongan yang secara tidak disadari menyeru untuk melakukan perbuatan-perbuatan serupa berulang-ulang.
4.      Histeria
Histeria adalah gejala kejiawaan yang disebabkan oleh tekanan mental, kekecewaan, pengalaman pahit yang menekan, tidak mampu menguasai diri atau tersugesti sikap orang lain.
5.      Delusi
Delusi adalah suatu sikap yang menunjukkan pikiran tidak beres karena berdasarkan suatu keyakinan palsu, tidak dapat memakai akal sehat, tidak ada dasar kenyataan, dan tidak sesuai dengan pengalaman.
6.      Halusinasi
Halusinasi adalah khayalan yang terjadi tanpa rangsangan pancaindera.[9]



BAB III
PENUTUP
Simpulan
Kegelisahan artinya perasaan gelisah, khawatir, cemas atau takut dan jijik. Alasan mendasar mengapa manusia gelisah ialah karena manusia memiliki hati dan perasaan. Bentuk kegelisahannya berupa keterasingan, kesepian dan ketidak pastian.
Keterasingan berarti hal-hal yang berkenaan dengan tersisihkan dari pergaulan, terpencil, atau terpisah dari yang lain. Kesepian adalah keadaan sepi atau hal sepi. Sedangkan ketidakpastian artinya tidak menentu, pikiran kacau, tidak dapat berkonsentrasi, bingung, tidak dapat berpikir dengan baik atau resah.



DAFTAR PUSTAKA
Prasetya, Joko Tri. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. 1998.
Suwarja. Manusia dan Fenomena. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan bekerjasama dengan Pustaka Pelajar. 1999.
Mustopo, Muhammad Habib. Manusia dan Budaya Kumpulan Essay Ilmu Budaya Dasar. Surabaya: Usaha Nasional. 1989.
Maran, Rafael raga. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. 2007.




[1] Joko Tri Prasetya, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 197.
[2] Joko Tri Prasetya, Ilmu Budaya Dasar, h. 198.
[3] Rafael Raga Maran, Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 186.
[4] Sujarwa, Manusia dan Fenomena Budaya, (Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 1999), h. 120.
[5] Muhammad Habib Mustopo, Manusia dan Budaya Kumpulan Essay Ilmu Budaya Dasar, (Surabaya: Usaha Nasional, 1989), h. 216.
[6] Sujarwa, Manusia dan Fenomena Budaya, Op.Cit, h. 123.
[7] Sujarwa, Manusia dan Fenomena Budaya, h. 124.
[8] Joko Tri Prasetya, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 210-212.
[9] Sujarwa, Manusia dan Fenomena Budaya, Op.Cit, h.127-129.

No comments:

Post a Comment